BUTIR-BUTIR KUNCI
- Pemerintah menyatakan tidak akan menerbitkan izin ekstraktif baru di Ibu Kota Negara (IKN), juga tidak akan memperpanjang izin ekstraktif yang kini sedang berlaku.
- Masih terdapat ketidaksinkronan data pemerintah daerah dengan pemerintah pusat di IKN, baik tataruang maupun kependudukan.
- Konsep smart forest city yang diusung IKN bisa menjadi model dan wajah baru pembangunan perkotaan di Indonesia. Bahkan, bila tutupan hutan alam tersisa di dalamnya diproteksi, hutan tanaman berikut sawit eksisting tidak ditebang sembari secara perlahan dikonversi menjadi beragam vegetasi berkayu, serta lubang tambang yang ada direhabilitasi, maka IKN justru berpotensi menambah luas tutupan hutan Indonesia.
- Kota dalam hutan bagi IKN bukan hal yang tak mungkin, sepanjang pemerintah konsisten dengan konsep smart forest city, termasuk melakukan penegakan hukum bila terjadi pelanggaran terhadap tataruang IKN.
RINGKASAN
Sebagaimana disebut dalam Penjelasan Pasal 2 UU No. 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN), ibu kota baru Indonesia tersebut akan dibangun sebagai kota dalam hutan (forest city). Dan salah satu caranya adalah memastikan tidak adanya izin ekstraktif di dalam IKN.
“Izin baru tidak ditetapkan (baca: diterbitkan), (izin) yang sudah habis langsung berhenti. Izin yang masih punya sisa waktu tetap berjalan, tapi dengan prinsip-prinsip pertambangan berkelanjutan,” demikian Deputi Kemaritiman dan Sumber Daya Alam BAPPENAS Arifin Rudiyanto pada webinar Ibu Kota Negara Dalam Hutan, Mungkinkah? yang diselenggarakan Auriga Nusantara pada 19 April 2022.
Andrinof Chaniago, pengamat kebijakan publik yang menjadi Menteri Bappenas ketika usulan pemindahan ibukota diinisiasi pada tahun 2015, mengingatkan bahwa persoalan berikutnya adalah memastikan konsep dan desain IKN dilaksanakan sesuai dengan rencana yang ada. “Persoalan berikutnya adalah menjaga eksekusi dan realisasinya” tambahnya.
Signal yang disampaikan Andrinof tersebut bukan hal baru, paling tidak bisa dilihat dari berbagai distorsi pelaksanaan program pembangunan selama ini. Apalagi, di IKN sebagaimana diamini Andrinof, ditengarai mafia dan spekulan tanah sudah bermunculan yang sangat mungkin memicu pembangunan properti di luar dari desain yang dibangun selama ini.
Bagi Jamartin Sihite, Chief Executive Officer Borneo Orangutan Survival Foundation (CEO BOSF), membangun IKN dengan konsep kota dalam hutan bukanlah hal yang tidak mungkin. Jamartin tidak mengada-ada, karena membasiskan pernyataannya dari pengalaman BOSF selama ini mengelola sekitar 2.000 hektare lahan di dalam area yang kini ditetapkan sebagai IKN. Dua dekade lalu BOSF membeli lahan area penggunaan lain (APL, artinya bukan kawasan hutan) tersebut dalam keadaan kritis atau tidak bertutupan hutan. Dengan konsistensi program reforestasinya, area tersebut kini telah bertutupan hutan.
Lebih jauh, Jamartin mengusulkan agar di IKN dibangun keterhubungan (koridor) antar-ekosistem alami sehingga selain tutupan hutanya tetap terjaga, juga biodiversitas yang ada tidak terfragmentasi.
Meski demikian, Nicko Herlambang, Kabag Pembangunan Pemkab Penajam Paser Utara, mengingatkan agar pembangunan IKN tidak melupakan penduduk setempat, sehingga Pemerintah Pusat harus melibatkan Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara dalam penataan ruang IKN dan area sekitarnya. Saat ini saja, sebagai misal disampaikan Nicko, terdapat ketidaksinkronan data pemerintah daerah dengan pemerintah pusat di IKN, baik mengenai batas ruang maupun kependudukan.
“Harus diingat bahwa ada manusia yang hidup di kawasan IKN sedari dulu,” demikian Nicko.
Auriga Nusantara mengidentifikasi bahwa di area IKN terdapat tutupan hutan alam seluas 32.481 hektare; hutan tanaman 57.388 hektare, tutupan sawit 16.061 hektare, dan lubang tambang 10.680 hektare. Maka, bila IKN dibangun dengan forest city, Auriga merekomendasikan agar tataruang IKN mengatur: (1) tidak menerbitkan izin ekstraksi baru, termasuk tidak memperluas ekstraksi eksisting, (2) memproteksi hutan alam tersisa, (3) tidak menebang hutan tanaman eksisting, (4) secara bertahap meng-konversi tutupan sawit menjadi vegetasi berkayu multi-crops sebagaimana konsep Jangka Benah, dan (5) memastikan pemulihan terhadap lubang tambang eksisting.
“Bila semua ini dilakukan, pembangunan IKN bisa menambah tutupan hutan 100.000 hektare,” imbuh Dedy Sukmara, Direktur Informasi & Data Auriga Nusantara.
Oleh karena itu, perlu disediakan insentif bagi warga setempat untuk memelihara tutupan hutan di area IKN. Lebih jauh Dedy melihat bahwa (pembangunan) IKN bisa menjadi wajah baru keberhasilan Indonesia mengatasi persoalan tumpang-tindih perizinan dan tataruang.
Seluruh acara dapat disimak melalui kanal youtube Auriga Nusantara.
NARASUMBER
- Arifin Rudiyanto (Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam BAPPENAS) - Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara.
- Nicko Herlambang (Kabag Pembangunan Pemkab Penajam Paser Utara) - Arah Pembangunan Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kaitannya dengan Penetapan Ibu Kota Negara di Kabupaten Penajam Paser Utara.
- Andrinof Achir Chaniago (Pengamat Kebijakan Publik) - 15 Alasan Untuk Memindahkan Ibu Kota Negara ke Kalimantan dan Kerangka Strategis Eksekusi.
- Jamartin Sihite (CEO BOSF - Borneo Orangutan Survival Foundation) - Jadi Bagian Ibu Kota Negara.
- Dedy P Sukmara (Direktur Informasi dan Data Auriga Nusantara) - Potensi IKN Menambah Tutupan Hutan Indonesia.