RGE mengelak terhubung dengan deforestasi di Mayawana

Dalam dekade terakhir, tingkat deforestasi di Indonesia menurun tajam, termasuk di sektor pulp dan sawit. Namun analisis spasial terkini menunjukkan situasi berbeda.

Dalam dekade terakhir, tingkat deforestasi di Indonesia menurun tajam, termasuk di sektor pulp dan sawit. Namun analisis spasial terkini menunjukkan situasi berbeda. Bahwa saat ini, deforestasi berbasis komoditas kembali meningkat di Indonesia. Salah satu perusahaan kehutanan, PT Mayawana Persada, yang mengelola konsesi kayu pulp di Provinsi Kalimantan Barat, saat ini memimpin gelombang peningkatan deforestasi yang terjadi di Indonesia.

Sejak tahun 2021, Mayawana telah membabat hutan hingga lebih dari 33.000 hektare – atau seluas hampir setengah ukuran Singapura – yang menyumbang lebih dari seperempat total deforestasi di ratusan konsesi perkebunan kayu pulp dan sawit di seluruh nusantara. Deforestasi yang dilakukan PT. Mayawana Persada Sebagian besar terjadi di lahan gambut yang kaya karbon.

Pembabatan hutan secara besar-besaran yang dilakukan oleh perusahaan itu menyebabkan konflik sosial antara Mayawana dengan masyarakat adat Dayak yang kehilangan ruang hidupnya menjadi terelakan. Aktivitas penghancuran hutan ini juga mengandam habitat spesies dilindungi, seperti orangutan Kalimantan, rangkong gading, owa jenggot putih dan beruang madu.



Meskipun lebih dari 55.000 hektar hutan tropis masih tersisa di konsesi Mayawana, bukan berarti ini menjadi berita baik bagi situasi deforestasi di Indonesia. Justru, fakta ini akan menjadikannya kasus penting untuk menguji kritis upaya pengendalian deforestasi di Indonesia.


Pembalak Anonim

Meskipun perusahaan-perusahaan itu, setidaknya untuk saat ini, dapat menyembunyikan pemilik manfaat utama mereka di yurisdiksi rahasia, mereka masih meninggalkan jejak dokumen keterbukaan korporasi – seperti nama-nama petinggi, alamat bisnis, dan mitra perdagangan – yang dapat membuka keterkaitan mereka dengan grup korporasi tertentu. Untuk kasus Mayawana, kesamaan pengurus korporasi, hubungan operasional manajemen dan relasi rantai pasok menunjukkan bahwa perusahaan ini memiliki keterkaitan dengan Royal Golden Eagle Group (RGE).


Korporasi pemegang saham Mayawana yang terdaftar di Malaysia, Green Ascend Sdn Bhd, secara historis memiliki kesamaan pengurus korporasi dengan perusahaan sawit RGE, Apical, dan perusahaan-perusahaan lain di sektor pulp yang dimiliki secara anonim dan punya kaitan dengan RGE. Selain itu, pada tahun 2022 dan 2023, Mayawana mengirimkan lebih dari 24.000 m3 kayu alam berdiameter besar ke pabrik kayu lapis yang punya kaitan dengan RGE di Sumatera. Informasi ini dikonfirmasi oleh laporan resmi perusahaan yang disampaikan kepada Pemerintah Indonesia dan melalui pengamatan lapangan.

Walaupun demikian dalam pernyataan resminya,   yang dikeluarkan RGE    masih memberikan bantahan  membantah terkait  adanya kepemilikan atau bentuk kendali apa pun antara RGE maupun pemegang sahamnya dengan PT Mayawana Persada. Beberapa point sanggahan yang diberikan pihak RGE, seperti membantah adanya kepemilikan atau bentuk kendali apa pun antara RGE dan pemegang sahamnya dengan PT Mayawana Persada. Dan point sanggahan lainnya berupa seluruh pasokan serat untuk APRIL, termasuk dari pihak ketiga, akan senantiasa patuh pada Kebijakan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan (Sustainable Forest Management Policy) 2.0 APRIL yang secara eksplisit menegaskan komitmen perusahaan untuk tidak melakukan deforestasi dalam rantai pasokan kami dari sumber mana pun.